Puasa yang Seharusnya?

Tahukah kamu? 

Ada tujuan besar di balik ibadah puasa. Yaitu menjadikan kita pribadi bertakwa. Surat Al-Baqarah ayat 183 dalilnya.

Namun, bagaimana itu terwujud? Apakah hanya sekedar menahan lapar dan dahaga, setelah itu kita langsung menjadi orang bertakwa? Tentu tidak sesederhana itu.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menyebutkan, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath-Thabrani)

            Jika hanya lapar dan dahaga yang didapatkan berarti  puasanya tidak mendatangkan pahala, tidak menghapuskan dosa, apalagi menjadikan orang bertakwa.
Hal itu dikarenakan ia tidak bisa menahan nafsunya untuk berbuat keburukan. Ia berpuasa, namun ia masih berbohong. Ia berpuasa, namun ia masih melihat hal-hal yang diharamkan. Ia berpuasa, namun ia masih mencuri. Dan lain seterusnya.
Akibatnya, pahala puasanya berkurang, bahkan hilang, dan tidak menghasilkan ketakwaan. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda,

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta (ketika berpuasa), malah melakukannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).

Sehingga puasa yang seharusnya bukanlah hanya meninggalkan makan dan minum, namun juga meninggalkan perbuatan buruk dan dosa. Dalam hadis lain disebutkan:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ :. إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu (sia-sia) dan rofats (kotor). Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim)

Semoga kita mendapatkan taufiq untuk melakukan puasa yang semestinya.

Ditulis oleh Asnawi bin Surandi
Nusantara Mengaji